Kisah Nyeri : HNP Saraf Terjepit

Kisah Nyeri : HNP Saraf Terjepit

Kisah Nyeri : HNP saraf terjepit

Pasien saya seorang bapak, usia 46 tahun, datang ke praktek dirujuk dari teman sejawat dokter ortopedi, “dok, saya kena HNP” sambil menyerahkan hasil MRI. Saya tanya tentang gejala nyeri yang dirasakan: “sakit saat berjalan, mulai dari pinggang seperti listrik menjalar ke betis kaki kanan, lama-lama punggung kaki dan jempol kaki terasa kebas.” Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, bapak itu bertanya, “HNP itu apa ya dok”. Mungkin ini menjadi pertanyaan banyak pasien, karena kasus ini cukup banyak.

HNP adalah singkatan dari Herniated Nucleus Pulposus. Herniated adalah penonjolan struktur tubuh yang abnormal, sedangkan Nucleus Pulposus adalah struktur bantalan di antara tulang belakang. Jadi, HNP adalah kondisi ketika bantalan tulang belakang menonjol keluar. Bila tonjolannya menjepit saraf didaerah pinggang maka akan timbul nyeri yang khas menjalar dari pinggang sampai ke kaki. Inilah asal munculnya istilah saraf terjepit. HNP paling sering muncul di daerah pinggang dan leher. 
Tapi perlu diingat tidak semua kasus saraf terjepit adalah HNP, ada beberapa kondisi lain yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang mirip, antara lain : canalis stenosis, osteoarthritis facet, dll. (penjelasan untuk kondisi lain akan saya jelaskan di topik lain ya)

Kembali ke pasien saya, ternyata beliau bekerja sebagai crew kapal pesiar di bagian waitress, yang berisiko mengalami HNP karena mengangkat makanan yang cukup banyak, dengan satu tangan, dan posisi pinggang tidak ergonomis karena menahan beban berat, “beban piring dan makanan bisa sampai berkilo-kilo dok sekali jalan.” Nyeri ini awalnya hilang timbul, tapi mulai menetap sejak 6 bulan terakhir.

Setelah penjelasan tentang kondisi dan terapi, pasien setuju menjalani tindakan intervensi nyeri:  radiofrekuensi dorsal root ganglion saraf L5 kanan. 

1 minggu pasca tindakan, pasien merasa nyeri berkurang 50%, lalu dimulai latihan rehabilitasi medik (fisioterapi). Setelah 1 bulan, pasien merasa nyeri jauh nyeri berkurang, yang tadinya nyeri skala 5-6 sekarang skala 1.

Pertanyaan terakhir pasien adalah “Kapan saya bisa kembali bekerja dok?” , sulit menjawab pertanyaan ini, karena bila kembali bekerja dengan rutinitas yang sama, keluhan mungkin akan kembali. Saya menyarankan bila memungkinkan minta untuk ditempatkan di bagian lain yang tidak terlalu beban ke tulang belakang. Tapi karena pasien khawatir tidak bisa berpindah kerja, saya sarankan memakai korset saat membawa beban berat dan melanjutkan latihan2 yang disarankan oleh dokter spesialis rehabilitasi untuk memperkuat otot pinggang. Bila nyeri muncul lagi dan bila perlu, tindakan intervensi nyeri dapat diulang lagi. 

Kasus ini sebagai contoh bahwa nyeri seringkali muncul akibat posisi bekerja yang kurang ergonomis. Bila memungkinkan, pelajari cara untuk memodifikasi posisi bekerja yang lebih baik. Selain itu, saya sarankan untuk konsultasi juga dengan dokter spesialis rehabilitasi untuk latihan2 otot yang aman dan baik bagi tubuh. Pencegahan selalu lebih baik! 

Lokasi : Klinik Nyeri BIMC Nusa Dua
Diagnosis : HNP L4-5 dengan Radicular Pain L5 Dextra
Tindakan : Radiofrekuensi Dorsal Root Ganglion L5 Dextra
t

Keterangan istilah-istilah medis

  • HNP : Herniated Nucleus Pulposus, penonjolan bantalan tulang belakang
  • MRI : Magnetic Resonance Imaging, pemeriksaan dengan teknologi magnet dan gelombang radio yang menghasilkan gambar, salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat kondisi saraf
  • Canalis stenosis : penyempitan ruang saraf di tulang belakang
  • Osteoarthritis facet : radang persendian tulang belakang, kadang disertai dengan penebalan sendi yang dapat menjepit saraf
  • Dorsal Root Ganglion : kumpulan saraf di saraf spinal (yang keluar dari antara ruas tulang belakang) yang merupakan pusat sensorik, yaitu pusat yang menghantarkan rasa nyeri, rasa raba, rasa panas dingin dll. 
  • Ergonomis : kata sifat untuk kondisi ergonomi, yaitu memberi posisi tubuh yang nyaman

DISCLAIMER : Informasi kesehatan pada situs web ini disediakan semata-mata untuk tujuan informasi sebagai layanan publik untuk meningkatkan kesehatan umum. Apa yang tercantum tidak dimaksudkan sebagai pengganti perawatan medis yang diberikan oleh dokter. Selalu berkonsultasilah dengan dokter Anda untuk pemeriksaan, perawatan, pengujian, dan rekomendasi lebih lanjut.

Kisah Nyeri : Trigeminal Neuralgia

Kisah Nyeri : Trigeminal Neuralgia

Kisah Nyeri : Nyeri Kronis Wajah Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia adalah salah satu kondisi nyeri kronis yang paling menyakitkan. Pasien biasanya mengeluhkan rasanya seperti sakit tersengat listrik, terbakar, rasa diiris pisau di wajah yang berlangsung selama beberapa detik atau menit. Nyeri ini sangat mengganggu kualitas hidup, dan tidak jarang mengakibatkan depresi bagi penderitanya.
Pasien saya, Ibu WS sudah menderita Trigeminal Neuralgia sejak 8 th. Nyeri muncul di pipi kanan terutama bila udara dingin dan mengunyah sisi kanan. Bila kambuh nyerinya dirasakan sampai skala 10 (skala nyeri 0-10). Karena sakit ini ia tidak bisa makan dg baik dan tidur juga terganggu karena setiap subuh pasti nyeri. Awalnya dapat membaik dg minum obat tetapi sejak 6 bulan semakin nyeri dan semakin sering kambuh meskipun minum obat.
Ibu WS setuju menjalani intervensi nyeri Radiofrekuensi Trigeminal Ganglion. Prosedur ini dilakukan dg menyuntikkan sebuah jarum di pipi dg pembiusan lokal, lalu dengan Fluoroskopi (alat x-ray khusus) jarum diarahkan sampai mencapai target saraf yang tepat.

Saat kontrol, 5 minggu pasca radiofrekuensi, ibu WS datang dengan senyum lebar di wajahnya, “Nyeri sudah berkurang 90% dok.” Matanya berkaca-kaca sambil bercerita bagaimana lega dan nyamannya kondisi sekarang dibanding dulu: tidur sudah nyenyak, sudah bisa berbicara tanpa nyeri, mulai bisa mengunyah di sisi kanan. Gejala sisa yang masih ada hanya rasa kebas sedikit di pipi kanan dan lidah sisi kanan yang merupakan efek temporer dari radiofrekuensi, biasanya akan membaik dalam 3-4 bulan.

Bagi seorang dokter, kepuasan terbesar adalah melihat pasiennya dapat tersenyum. Saya merasa bersyukur dapat bertemu dan membantu ibu WS, peran serta keluarga yang suportif juga sangat membantu proses penyembuhan. Semoga sehat terus ya bu! 😊🙏
Lokasi : Klinik Nyeri BIMC Nusa Dua
Diagnosis : Trigeminal Neuralgia Dextra V2-V3
Tindakan : Radiofrekuensi Trigeminal Ganglion Dextra
t

Keterangan istilah-istilah medis

  • Saraf trigeminal : saraf yang berperan mengirim sensasi dari kulit wajah, rongga mulut & hidung, gigi dan lapisan otak. 
  • V1 : daerah persarafan trigeminal di sekitar mata dan dahi
  • V2 : daerah persarafan trigeminal di pipi
  • V3 : daerah persarafan trigeminal di wajah

DISCLAIMER : Informasi kesehatan pada situs web ini disediakan semata-mata untuk tujuan informasi sebagai layanan publik untuk meningkatkan kesehatan umum. Apa yang tercantum tidak dimaksudkan sebagai pengganti perawatan medis yang diberikan oleh dokter. Selalu berkonsultasilah dengan dokter Anda untuk pemeriksaan, perawatan, pengujian, dan rekomendasi lebih lanjut.

Kisah Nyeri: Kanker Rahim

Kisah Nyeri: Kanker Rahim

Kisah Nyeri : Kanker Rahim

KS, perempuan 61 tahun, seorang pasien kanker endometrium dengan keluhan nyeri perut yang terus menerus.
KS terdiagnosis kanker endometrium sejak 1 tahun dan sudah menjalani operasi untuk pengangkatan rahim dan jaringan kanker, namun kankernya sudah sangat meluas di dalam perut serta jaringan organ dalamnya sudah melengket, akhirnya dokter hanya dapat menutup kembali luka operasi dan menyarankan kemoterapi. Ibu KS menjalani kemoterapi 2x lalu menolak melanjutkan karena efek samping mual, muntah, pusing yang sangat berat setelah terapi. Meskipun anaknya mencoba membujuk, KS tidak mau kemoterapi. Makan minum juga tidak baik karena sering mual dan perut bengkak. Namun keluhan utama KS sehari-hari adalah nyeri perut. Anak-anaknya mencoba mencarikan pengobatan untuk nyerinya, namun bila minum obat penghilang nyeri yang kuat, KS muntah-muntah. 
Akhir 2018, KS dan anak-anaknya datang ke klinik nyeri kami. Saat pemeriksaan KS tampak sangat kurus, dengan perut bengkak, dan tampak tidak bersemangat. “Saya minta mati saja dok” berkali-kali KS berkata. Setelah mengevaluasi kondisi KS, kami menyarankan tindakan intervensi nyeri blok simpatis superior hipogastrik. Kami berdiskusi menjelaskan cara tindakan intervensi sampai kemungkinan komplikasi yang terjadi, KS dan keluarga setuju. 

Kami melakukan tindakan intervensi C-Arm guided radiofrekuensi pada superior hipogastrik yang terletak di tulang belakang bawah. Sebelum tindakan, diberikan obat nyeri dan bius ringan melalui infus, karena KS sangat nyeri sewaktu memposisikan badan tidur tengkurap. Tindakan selesai tanpa komplikasi, lalu KS kami rawat inapkan untuk pemantauan kondisinya pasca tindakan. Setelah 24 jam pasca tindakan, kami evaluasi kondisi KS, hal pertama yang dapat kami lihat adalah KS tersenyum. KS berkata bahwa hampir tidak ada nyeri perut lagi. Pasien selalu kami ajari untuk melaporkan skala nyeri dengan angka 0-10, dimana angka 0 adalah tidak nyeri dan 10 adalah nyeri terhebat yang pernah dirasakan. Saat kami tanyakan ke KS, “Kemarin sebelum tindakan skala nyerinya adalah 8, sekarang 1-2”. Namun tetap kami ingatkan untuk tetap kontrol dengan dokter onkologi yang merawat kondisi kankernya karena tindakan intervensi ini hanya mengurangi rasa nyeri, progres penyakit kankernya tetap berjalan. Anaknya berjanji untuk tetap kontrol dengan dokternya. 

Satu bulan setelah tindakan, anak laki-laki KS melaporkan kondisi ibunya “drop” karena semakin lama semakin sulit untuk makan karena perutnya tambah bengkak, akhirnya dirawat di rumah sakit karena anemia dan perlu transfusi darah. Sekitar 3 bulan pasca intervensi nyeri, anaknya menginfokan ibunya sudah meninggal, seluruh keluarga sudah ikhlas melepaskan kepergiannya. Keluarga berterimakasih karena sejak tindakan intervensi nyeri, ibunya jarang sekali mengeluhkan nyeri perutnya lagi, bahkan sudah mulai lebih semangat menjalani terapi, namun akhirnya kanker mengalahkannya. 
RIP ibu KS. Semoga semangat anak-anaknya untuk mengurangi penderitaan ibunya dapat menjadi inspirasi dan semangat juga untuk pembaca. 
Lokasi : Klinik Nyeri RS Kertha Usada, Singaraja, Bali
Diagnosis : Cancer Pain 
Tindakan : Radiofrequency Plexus Hypogastric Superior
t

Keterangan istilah-istilah medis

  • Kanker endometrium : kanker pada bagian rahim , berikut ada link yang bagus untuk informasi lebih lanjut
  • Radiofrekuensi : tindakan medis untuk memberikan aliran listrik terukur, dalam hal ini untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan oleh saraf
  • Superior hipogastrik : kumpulan saraf simpatis yang dapat menjadi penghantar rasa nyeri untuk daerah perut bawah

 

DISCLAIMER : Informasi kesehatan pada situs web ini disediakan semata-mata untuk tujuan informasi sebagai layanan publik untuk meningkatkan kesehatan umum. Apa yang tercantum tidak dimaksudkan sebagai pengganti perawatan medis yang diberikan oleh dokter. Selalu berkonsultasilah dengan dokter Anda untuk pemeriksaan, perawatan, pengujian, dan rekomendasi lebih lanjut.

Kisah Nyeri : Lumpuh Kaki Pasca Patah Tulang Paha

Kisah Nyeri : Lumpuh Kaki Pasca Patah Tulang Paha

Kisah Nyeri : Lumpuh Kaki Pasca Patah Tulang Paha

WM, laki-laki 27 tahun, datang dengan keluhan kaki kanannya lumpuh dan sering kesemutan sejak kecelakaan 2 tahun yang lalu. WM bercerita bahwa 2 tahun sebelumnya ia sedang duduk di teras kost yang berada di pinggir jalan raya, tiba-tiba sebuah mobil hilang kendali keluar dari jalur jalan raya dan menabrak WM. Di UGD WM diketahui mengalami patah tulang paha kanan dan harus menjalani operasi mayor. Pasca operasi, WM tidak dapat menggerakkan kaki kanannya, dikatakan penyebabnya adalah saraf yang terputus akibat kecelakaan tersebut. WM harus menjalani rehabilitasi selama berbulan-bulan untuk dapat berjalan kembali, tapi tetap kaki kanannya tidak dapat digerakkan dan sering merasa kesemutan di tulang kering tungkai kanan. WM adalah seorang pemuda yang tidak patah semangat, selama 2 tahun ia terus mencari cara untuk berobat, tapi setiap dokter yang ditemui mengatakan tidak mungkin sembuh lagi.
Awal tahun 2017, WM datang ke klinik nyeri kami. Dari evaluasi ditemukan bahwa WM menunjukkan gejala “drop foot” dimana pergelangan kakinya tidak dapat digerakkan dan untuk berjalan harus mengangkat lutut agak tinggi agar kakinya tidak terseret. Selain itu juga ada gejala kesemutan di daerah tulang keringnya dan otot betisnya mengecil. Gejala yang dialami WM kami simpulkan sebagai gangguan pada saraf ischiadicus dan peroneal kanan. Apa penyebabnya? kemungkinan karena benturan sangat keras saat kecelakaan yang mematahkan tulang pahanya, ikut merobek saraf-saraf disekitarnya. Operasi dapat mengembalikan posisi anatomi tulangnya, tetapi untuk menyambung kembali saraf sangat sulit. 
Kami berdiskusi dengan WM mengenai kondisinya dan pilihan terapi yang dapat kami lakukan. Salah satu terapi yang kami ajukan adalah melakukan tindakan intervensi injeksi PRP (platelet rich plasma) di saraf yang dicurigai cedera berat, yang harus dilakukan secara serial, diulang setiap bulan sampai 3-4x. Tapi kami jelaskan pula, tidak ada jaminan terapi ini pasti berhasil, karena kerusakan saraf sudah cukup lama, 2 tahun, dan tindakan ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan pertimbangan risiko komplikasi minimal, kami merasa ini dapat menjadi pilihan untuk terapi. WM dan keluarga setuju, lalu kami jadwalkan tindakan yang akan dilakukan. 
  • Pertemuan pertama : Intervensi USG guided pada saraf ischiadicus dengan PRP.
  • Pertemuan kedua :  Saat kontrol WM mengatakan belum ada perubahan bermakna. Tapi sering ada rasa nyeri-nyeri di paha pada bekas suntikan.
  • Pertemuan ketiga : Pada kedatangan ketiga, WM sangat semangat melaporkan mulai dapat menggerakan kakinya ke samping dan ia merasa kulit di kaki dan tungkai kanan yang sebelumnya seperti kusam tampak lebih cerah dan mulai tumbuh bulu. Kami melakukan tindakan intervensi yang sama untuk ketiga kalinya. WM juga kami bekali untuk tetap melakukan latihan-latihan menggerakkan kaki kanannya.
  • Pertemuan keempat : WM menunjukkan mulai dapat menggerakkan jempol dan pergelangan kakinya ke atas, selain itu tampak otot betisnya lebih berisi, sebelumnya kaki kanannya lebih kecil dibanding yang kiri. Tindakan intervensi terakhir kami berikan.
  • Pertemuan kelima : WM dengan bangga bercerita bahwa ia datang bersama ibunya dengan mobil dan WM sendiri yang menyetir mobil transmisi manual. WM merasa kekuatan kakinya pulih sekitar 50-60%, selain itu rasa kesemutan sudah berkurang 70-80%. WM sempat bercanda “sekarang kalau pakai sandal jepit tidak lepas-lepas lagi dok”. 
Dua bulan setelah pertemuan terakhir, kami mendapat undangan pernikahan WM dan kembali lagi ucapan terima kasih dari WM dan keluarganya karena WM sudah jauh lebih baik kondisinya, baik secara fisik maupun mental. Sekarang ia sudah berkeluarga dan menjalani usaha membuat tas dan dompet kulit. 
Semoga semangat pasien WM yang selalu positif dan tidak pantang menyerah dapat menginspirasi. 
Lokasi : Klinik Nyeri BIMC Nusa Dua
Diagnosis : Neuropraxia Ischiadicus + Susp. Complex Regional Pain Syndrome
Tindakan : USG Guided Perineural Sciatic PRP Injection 
t

Keterangan istilah-istilah medis

  • Drop foot : suatu gejala gangguan saraf motorik pada kaki; ditandai dengan ketidakmampuan menggerakkan/menarik kaki ke atas; salah satu gejalanya adalah saat memakai sandal jepit, sering terlepas
  • Fraktur femur : patah tulang paha
  • USG nerve tracking : visualisasi jalur saraf dengan alat USG
  • Saraf ischiadicus, peroneal, dan tibialis : salah satu cabang saraf besar dari saraf tulang belakang yang berjalan dari pinggang sampai kaki; saraf ischiadicus dalam perjalanannya akan bercabang menjadi saraf peroneal dan tibialis.
  • PRP : singkatan dari Platelet Rich Plasma, merupakan hasil dari darah yang diproses secara khusus yang dapat disuntikkan ke daerah yang mengalami gangguan; beberapa penelitian membuktikan bahwa komponen darah tersebut memiliki efek regenerasi sel

 

DISCLAIMER : Informasi kesehatan pada situs web ini disediakan semata-mata untuk tujuan informasi sebagai layanan publik untuk meningkatkan kesehatan umum. Apa yang tercantum tidak dimaksudkan sebagai pengganti perawatan medis yang diberikan oleh dokter. Selalu berkonsultasilah dengan dokter Anda untuk pemeriksaan, perawatan, pengujian, dan rekomendasi lebih lanjut.